ANTARA CITA-CITA DAN PENYELAMATAN BANGSA
Tahun 2007, sebelum KPK dibentuk...ups, sebelum KPK sepopuler sekarang.
Tahun 2007, sebelum KPK dibentuk...ups, sebelum KPK sepopuler sekarang.
petugas ktp 1 : Pak, tolong tutup pintunya!
petugas ktp 2 : Oh, iya pak!
ruangan sempit penuh asap rokok itu
makin terasa menyesakkan.
aku : Jadi bagaimana pak, ktp aku sudah selesai?
petugas ktp 1 : Oh, sudah. jadi neng, semuanya dua puluh
lima ribu rupiah. ya, sebagai jasa mengetik,
untuk kertas, dan rokok.
aku : Oh... (bengong, urus ktp sendiri ataupun
minta tolong ketua RT sama saja mahalnya.
kata anggota dewan yang bulan lalu resesKTP itu gratis. mana buktinya?)
Kala itu
kata-kata korupsi dan koruptor masih belum sepopuler saat ini. Pemberantasan
korupsi masih malu-malu. KPK masih belum menunjukkan taringnya. Sangat rumit
untuk menemukan ujung dan pangkalnya ketika ternyata banyak pihak yang terlibat
dalam tindak korupsi tersebut. Hanya saja aku tersadar bahwa korupsi bukan
hanya sekadar melipat dana ataupun penyimpangan budget, tapi kejadian yang aku
alami di atas adalah bibit-bibit kecil dari korupsi dan kader-kader baru dari
koruptor. Waktu semakin bergulir, kejadian yang aku alami berharap hanya
sepintas lalu.
tahun 2008,
Kutapaki lingkungan baru yang lebih asri dan sejuk. Semoga pun dengan
segala tetek bengeknya. Aktivitas baru sebagai seorang pendidik sangat antusias
kujalani. Selepas lulus dari perguruan tinggi pendidikan tak sulit bagi kami
untuk mendapatkan tempat dan mengaplikasikan ilmu di dunia nyata. Sekolah
swasta dengan kualitas baik semakin menjamur, aku pun termasuk bergabung dengan
salah satunya. Namun tak sedikit kawan-kawanku yang bersikukuh dengan ambisinya
menjadi guru PNS.
sahabatku : Na, alhamdulillah aku lulus CPNS. besok harus ke dinas
dan mengurus dokumen-dokumen
aku : Alhamdulillah, selamat... (kukembangkan
senyuman wujud rasa bahagiaku untuknya)
keesokan harinya...
kriiing...ponselku berderig
sahabatku :
Halo, Na. Aduh, bagaimana ini? aku harus menyerahkan uang lima ratus ribu
rupiah katanya buat administrasi. mana uang di dompet tinggal seratus
lagi...hufft... Atau begini saja, kubilang terus terang kalau uangku tinggal
cepe ya...kalau CPNS yang lain, mereka memilih alik lagi ke rumahnya
masing-masing buat pinjam uang. aku duit dari mana???
aku :
Ya sudah, begitu saja atau kamu bawa kwitansi biar mereka isi itu kwitansi. jadi
jelas pertanggungjawabannya.
sahabatku : Ok deh. wish me luck!
tut...
ckckck...ternyata cerita lama kembali tergali dari memoriku.
sesampainya di rumah dinasku...
sahabatku : Na, akhirnya aku kasih uang aku yang tinggal cepe,
soalnya pihak sono ogah pake kwitansi.
aku : Heh, kenapa begitu? jelas-jelas ada udang
di balik bakwan!
Kejadian demi kejadian membuat aku semakin tersadar dan tak hanya
sekedar sepintas lalu. Korupsi di negeri ini semakin menjalar, bahkan mungkin
bermetamorfosis menjadi virus yang bisa menyerang siapa saja. Baik tua maupun
muda, baik yang kaya maupun yang miskin. Kadang aku berpikir apakah KPK hanya
mengurusi korupsi-korupsi kelas besar yang susah kelar? Padahal nyata-nyata para
pelayan rakyat yang tangannya lebih dekat, dengan berbagai celah sesempit
apapun melakukan praktik yang sebangsa dengan korupsi. Mungkin karena
wilayahnya yang terlalu kecil, sementara kota-kota di negeri ini amat sangat
banyak
Kini, di ranah penyelenggara negara....
KPK semakin populer dengan berbagai temuan dan gebrakannya terhadap
para pejabat yang terindikasi kasus korupsi. Taring KPK semakin tajam, tapi
taring para koruptor nampaknya tak sekedar tajam malah bertambah banyak. Satu per
satu KPK mampu menjaring para pelaku meskipun harus menempuh tiga benua dua
samudera atau tantangan lainnya. Para pelaku berpindah dari satu tempat ke
tempat lainnya dengan mudah bak tupai. Maklum, mereka memiliki dana yang besar
untuk mengamankan dirinya. Apa yang terjadi setelah tertangkap? Ternyata rakyat
digemaskan dengan proses hukum yang tersendat, lama, dan terkesan ngoyo. Satu
kasus telah lama belum dituntaskan, kasus lain malah siap mengantri.
Mari tengok dunia pendidikan kita....
Sekolah tempat aku mengajar sangat menanamkan kejujuran dan anti
nyontek kepada anak didik kami. Bahkan untuk menguatkan hal itu, beberapa kali
kami mengundang unsur KPK untuk memberikan penyuluhan kepada anak didik kami
tentang pendidikan anti korupsi. Wujud nyatanya adalah pembuktian kejujuran
dalam ujian nasional. Telah empat kali kelulusan sekolah kami memegang prinsip
tersebut dan kami bersyukur prestasi di ujian nasional tidak terhambat dengan
memegang prinsip kami.
Hal terberat yang kami alami malah datang dari luar. Rangking ujian
nasional hingga saat ini masih menjadi gengsi tersendiri. Maaf jika kukatakan
sistemnya sudah salah. Bukan rahasia lagi jika program “sukses UN” di tingkat
sekolah adalah untuk kesuksesan tingkat kota. Berusaha menjadi yang terbaik
dengan ketidaklulusan sampai 0% adalah cita tertinggi.
Apapun caranya ditempuh, termasuk memberi kunci jawaban untuk anak
didiknya. Para oknum sesungguhnya sadar itu salah, tapi mereka belum tersadar
bahwa mereka sedang menghancurkan karakter anak didiknya. Mereka sedang
mengkader anak didiknya menjadi koruptor-koruptor baru. Pemalas dan instan. Para
pengawas ujian yang ingin mencegah kecurangan malah dimusuhi, dicemooh, dan
disambut tatapan dingin. Bukan lagi pihak penyelenggara ujian yang bertindak,
tapi anak didik yang diawas yang melakukannya. Nasihat tentang anti nyontek
sebagai anti korupsi malah dicemooh. Jika pengawas ujian melaporkan temuan
kecurangan, maka siap-siap anak didik yang sedang ujian di sekolahnya
mendapatkan pembalasan. Semua menjadi berkebalikan. Yang salah seolah jadi
benar, yang benar dipersalahkan. Kebenaran yang dianut adalah kebenaran
kolektif. Karena yang dianut saat ini adalah “lulus dengan nilai bagus”.
Benih yang ditanam akan dituai kelak. Jiwa pembelajar terhapus dengan
karakter-karakter instan. Takutlah kita akan suatu saat jika anak didik kita
jadi pedagang, mungkin dia akan korupsi dengan timbangan. Jika anak didik jadi
pejabat pemerintahan, tak aneh jika diketahui korupsi. Bahkan jika anak didik
kita sulit mendapat pekerjaan atau membuka usaha, tak heran jika ujung-ujungnya
ikut-ikutan togel.
Andai saja aku ketua KPK, berharap memiliki
wewenang lebih untuk melakukan audit program dan keuangan. Melakukan inspeksi
mendadak ke kantung-kantung yang cenderung rawan aksi korupsi. Dari mulai desa
sampai kewenangan yang lebih tinggi. Aku geram!
Andai saja aku ketua KPK, e-KTP dengan data base secara nasional dan
registrasi nomor ponsel yang menjadi program Kemenkominfo harusnya dapat
dioptimalkan. Keduanya bisa dilinkan
dengan nomor rekening bahkan sampai foto diri pemilik. Pun demikian dengan
jenis identitas lainnya semisal SIM dan paspor. Data base penduduk
teradministrasi secara nasional dengan rinci. Syaratnya setiap penduduk mengisi
data yang absah dan tidak melalui calo. Setiap rekening yang tiba-tiba
membengkak dengan mudah terjaring. Setiap orang yang melintas pulau ataupun
negara dapat langsung diketahui. Kukira itu dapat memperkecil kemungkinan para
petugas terkecoh hanya sekedar oleh kacamata ataupun wig untuk penyamaran.
Andai saja aku ketua KPK, ingin sekali kuciptakan kursi khusus pejabat
yang memilki sensor khusus untuk mendeteksi pejabat yang berpotensi korupsi.
Kupikir mungkin sistemnya tidak jauh dari alat pendeteksi kebohongan. Bukan rahasia
lagi jika tak sedikit wakil rakyat di negeri ini yang mengejar kursi dengan
ambisi keuntungan semata. Saraf memori tentang hal itu menurutku tak jauh
dengan tempatnya saraf yang mengindikasikan kebohongan berada. Toh, antara
korupsi dan kebohongan adalah saudara dekat. Cukup satu sampai dua kursi
disediakan di setiap daerah.
Setiap ada pemilihan umum ataupun pengangkatan pejabat baru, mereka
harus terlebih dahulu menduduki kursi tersebut. Jika yang menduduki kursi
tersebut berpotensi korupsi, secara otomatis akan keluar suara “CALON KORUPTOR
HAHAHA...”. Bahkan jika perlu, dipasang listrik dengan tegangan 2000 V supaya
ada efek kejut atau membuat si calon koruptor menjadi terpental. Tapi bagi
calon pejabat yang hatinya lurus, maka ia akan nyaman saja dengan kursi
tersebut. Nah, pengecekan secara berkala seperti 3-6 bulan sekali perlu
dilakukan untuk menjaga kondisi para pejabat. Harapan ini adalah datang dengan
prinsip “Cegah Korupsi Sebelum Terjadi”
Semangat bekerja!
ANDAI AKU MENJADI KETUA KPK
korupsi menjadi-jadi
bukan hanya untuk sesuap nasi
banyak pelaku tikus berdasi
lebih dari penuhi bagasi
andai aku menjadi ketua KPK
kupasang racun tikus dimana saja
asal jangan kena ketua KPK
berantas korupsi nanti siapa
racun tikus pun dikorupsi koruptor
korupsi...korupsi...
koruptor...koruptor...
kursi...
kotor...
kursi itu amanah
jangan kau pakai sembarang
kotor semua jadi sampah
membuat rakyat jadi bimbang
andai aku menjadi ketua KPK
apa perlu sensor listrik anti
korupsi kupasang di kursi
asal jangan di kursi KPK
lagi-lagi...
siapa yang berantas korupsi
tikus berdasi teriak,
hei, kau ketua KPK!
kau listrik kursiku
bagaimana kursimu?
ku jawab,
ketua KPK bukan asal jadi
kata-katanya pun bukan sekedar
janji
harus punya akhlak terpuji
menjadi tauladan sejati
hihihi...
bukan gaji seuprit mereka korupsi
justru gajinya besar
koruptor makin lapar
matanya makin lebar
dari tanah hingga ke langit
dari ladang membentang hingga
celah sempit
mengais-mengais apapun asal
keluar duit
koruptor korupsi
duitmu itu duit haram
kau suapi anak istrimu dengan
uang korupsi
darah dagingnya tercemari yang
haram
otaknya pun tercemari yang haram
ngeri...
tidakkah kau takut suatu hari
nanti
andai aku menjadi ketua KPK
kuminta semua pejabat
dari kepala negara hingga camat
birokrasi desa sekalian
laporkan data kekayaan
apa gunanya e-KTP
juga daftar nomor HP
kalau sulit berantas korupsi
gara-gara kalah aksi
hukum kita sudah tegak
hanya untuk tukang maling sandal
hukum kita mati telak
hanya karena lisan yang handal
hei koruptor,
pasti pernah berbuat kotor
sejak kamu masih sekolah
ujian nyontek teman sebelah
korupsi...korupsi...
menjamuri siswa siswi
demi nilai ujian nasional
pelajar berubah jadi bengal
andai aku menjadi ketua KPK
kampanye ujian anti nyontek
dimulai dari dinas kota
sampai sekolah dan tetek bengek
andai aku menjadi ketua KPK
ingin kujaga generasi muda
tanamkan jujur menjadi budaya