Sabtu, 17 November 2012

ANTARA CITA-CITA DAN PENYELAMATAN BANGSA


ANTARA CITA-CITA DAN PENYELAMATAN BANGSA

Tahun 2007, sebelum KPK dibentuk...ups, sebelum KPK sepopuler sekarang.
petugas ktp 1    : Pak, tolong tutup pintunya!
petugas ktp 2    : Oh, iya pak!
ruangan sempit penuh asap rokok itu makin terasa menyesakkan.
aku                    : Jadi bagaimana pak, ktp aku sudah selesai?
petugas ktp 1 : Oh, sudah. jadi neng, semuanya dua puluh lima ribu rupiah. ya, sebagai jasa mengetik, untuk kertas, dan rokok.
aku                  : Oh... (bengong, urus ktp sendiri ataupun minta tolong ketua RT sama saja mahalnya. kata anggota dewan yang bulan lalu resesKTP itu gratis. mana buktinya?)

                Kala itu kata-kata korupsi dan koruptor masih belum sepopuler saat ini. Pemberantasan korupsi masih malu-malu. KPK masih belum menunjukkan taringnya. Sangat rumit untuk menemukan ujung dan pangkalnya ketika ternyata banyak pihak yang terlibat dalam tindak korupsi tersebut. Hanya saja aku tersadar bahwa korupsi bukan hanya sekadar melipat dana ataupun penyimpangan budget, tapi kejadian yang aku alami di atas adalah bibit-bibit kecil dari korupsi dan kader-kader baru dari koruptor. Waktu semakin bergulir, kejadian yang aku alami berharap hanya sepintas lalu.

tahun 2008,
Kutapaki lingkungan baru yang lebih asri dan sejuk. Semoga pun dengan segala tetek bengeknya. Aktivitas baru sebagai seorang pendidik sangat antusias kujalani. Selepas lulus dari perguruan tinggi pendidikan tak sulit bagi kami untuk mendapatkan tempat dan mengaplikasikan ilmu di dunia nyata. Sekolah swasta dengan kualitas baik semakin menjamur, aku pun termasuk bergabung dengan salah satunya. Namun tak sedikit kawan-kawanku yang bersikukuh dengan ambisinya menjadi guru PNS.

sahabatku   : Na, alhamdulillah aku lulus CPNS. besok harus ke dinas dan mengurus dokumen-dokumen
aku               : Alhamdulillah, selamat... (kukembangkan senyuman wujud rasa bahagiaku untuknya)
keesokan harinya...
kriiing...ponselku berderig
sahabatku      : Halo, Na. Aduh, bagaimana ini? aku harus menyerahkan uang lima ratus ribu rupiah katanya buat administrasi. mana uang di dompet tinggal seratus lagi...hufft... Atau begini saja, kubilang terus terang kalau uangku tinggal cepe ya...kalau CPNS yang lain, mereka memilih alik lagi ke rumahnya masing-masing buat pinjam uang. aku duit dari mana???
aku                : Ya sudah, begitu saja atau kamu bawa kwitansi biar mereka isi itu kwitansi. jadi jelas pertanggungjawabannya.
sahabatku          : Ok deh. wish me luck!
tut...

ckckck...ternyata cerita lama kembali tergali dari memoriku.

sesampainya di rumah dinasku...
sahabatku          : Na, akhirnya aku kasih uang aku yang tinggal cepe, soalnya pihak sono ogah pake kwitansi.
aku                        : Heh, kenapa begitu? jelas-jelas ada udang di balik bakwan!

Kejadian demi kejadian membuat aku semakin tersadar dan tak hanya sekedar sepintas lalu. Korupsi di negeri ini semakin menjalar, bahkan mungkin bermetamorfosis menjadi virus yang bisa menyerang siapa saja. Baik tua maupun muda, baik yang kaya maupun yang miskin. Kadang aku berpikir apakah KPK hanya mengurusi korupsi-korupsi kelas besar yang susah kelar? Padahal nyata-nyata para pelayan rakyat yang tangannya lebih dekat, dengan berbagai celah sesempit apapun melakukan praktik yang sebangsa dengan korupsi. Mungkin karena wilayahnya yang terlalu kecil, sementara kota-kota di negeri ini amat sangat banyak

Kini, di ranah penyelenggara negara....
KPK semakin populer dengan berbagai temuan dan gebrakannya terhadap para pejabat yang terindikasi kasus korupsi. Taring KPK semakin tajam, tapi taring para koruptor nampaknya tak sekedar tajam malah bertambah banyak. Satu per satu KPK mampu menjaring para pelaku meskipun harus menempuh tiga benua dua samudera atau tantangan lainnya. Para pelaku berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan mudah bak tupai. Maklum, mereka memiliki dana yang besar untuk mengamankan dirinya. Apa yang terjadi setelah tertangkap? Ternyata rakyat digemaskan dengan proses hukum yang tersendat, lama, dan terkesan ngoyo. Satu kasus telah lama belum dituntaskan, kasus lain malah siap mengantri.

Mari tengok dunia pendidikan kita....
Sekolah tempat aku mengajar sangat menanamkan kejujuran dan anti nyontek kepada anak didik kami. Bahkan untuk menguatkan hal itu, beberapa kali kami mengundang unsur KPK untuk memberikan penyuluhan kepada anak didik kami tentang pendidikan anti korupsi. Wujud nyatanya adalah pembuktian kejujuran dalam ujian nasional. Telah empat kali kelulusan sekolah kami memegang prinsip tersebut dan kami bersyukur prestasi di ujian nasional tidak terhambat dengan memegang prinsip kami.

Hal terberat yang kami alami malah datang dari luar. Rangking ujian nasional hingga saat ini masih menjadi gengsi tersendiri. Maaf jika kukatakan sistemnya sudah salah. Bukan rahasia lagi jika program “sukses UN” di tingkat sekolah adalah untuk kesuksesan tingkat kota. Berusaha menjadi yang terbaik dengan ketidaklulusan sampai 0% adalah cita tertinggi.

Apapun caranya ditempuh, termasuk memberi kunci jawaban untuk anak didiknya. Para oknum sesungguhnya sadar itu salah, tapi mereka belum tersadar bahwa mereka sedang menghancurkan karakter anak didiknya. Mereka sedang mengkader anak didiknya menjadi koruptor-koruptor baru. Pemalas dan instan. Para pengawas ujian yang ingin mencegah kecurangan malah dimusuhi, dicemooh, dan disambut tatapan dingin. Bukan lagi pihak penyelenggara ujian yang bertindak, tapi anak didik yang diawas yang melakukannya. Nasihat tentang anti nyontek sebagai anti korupsi malah dicemooh. Jika pengawas ujian melaporkan temuan kecurangan, maka siap-siap anak didik yang sedang ujian di sekolahnya mendapatkan pembalasan. Semua menjadi berkebalikan. Yang salah seolah jadi benar, yang benar dipersalahkan. Kebenaran yang dianut adalah kebenaran kolektif. Karena yang dianut saat ini adalah “lulus dengan nilai bagus”.

Benih yang ditanam akan dituai kelak. Jiwa pembelajar terhapus dengan karakter-karakter instan. Takutlah kita akan suatu saat jika anak didik kita jadi pedagang, mungkin dia akan korupsi dengan timbangan. Jika anak didik jadi pejabat pemerintahan, tak aneh jika diketahui korupsi. Bahkan jika anak didik kita sulit mendapat pekerjaan atau membuka usaha, tak heran jika ujung-ujungnya ikut-ikutan togel.

Andai saja aku ketua KPK, berharap memiliki wewenang lebih untuk melakukan audit program dan keuangan. Melakukan inspeksi mendadak ke kantung-kantung yang cenderung rawan aksi korupsi. Dari mulai desa sampai kewenangan yang lebih tinggi. Aku geram!

Andai saja aku ketua KPK, e-KTP dengan data base secara nasional dan registrasi nomor ponsel yang menjadi program Kemenkominfo harusnya dapat dioptimalkan. Keduanya bisa dilinkan dengan nomor rekening bahkan sampai foto diri pemilik. Pun demikian dengan jenis identitas lainnya semisal SIM dan paspor. Data base penduduk teradministrasi secara nasional dengan rinci. Syaratnya setiap penduduk mengisi data yang absah dan tidak melalui calo. Setiap rekening yang tiba-tiba membengkak dengan mudah terjaring. Setiap orang yang melintas pulau ataupun negara dapat langsung diketahui. Kukira itu dapat memperkecil kemungkinan para petugas terkecoh hanya sekedar oleh kacamata ataupun wig untuk penyamaran.

Andai saja aku ketua KPK, ingin sekali kuciptakan kursi khusus pejabat yang memilki sensor khusus untuk mendeteksi pejabat yang berpotensi korupsi. Kupikir mungkin sistemnya tidak jauh dari alat pendeteksi kebohongan. Bukan rahasia lagi jika tak sedikit wakil rakyat di negeri ini yang mengejar kursi dengan ambisi keuntungan semata. Saraf memori tentang hal itu menurutku tak jauh dengan tempatnya saraf yang mengindikasikan kebohongan berada. Toh, antara korupsi dan kebohongan adalah saudara dekat. Cukup satu sampai dua kursi disediakan di setiap daerah.

Setiap ada pemilihan umum ataupun pengangkatan pejabat baru, mereka harus terlebih dahulu menduduki kursi tersebut. Jika yang menduduki kursi tersebut berpotensi korupsi, secara otomatis akan keluar suara “CALON KORUPTOR HAHAHA...”. Bahkan jika perlu, dipasang listrik dengan tegangan 2000 V supaya ada efek kejut atau membuat si calon koruptor menjadi terpental. Tapi bagi calon pejabat yang hatinya lurus, maka ia akan nyaman saja dengan kursi tersebut. Nah, pengecekan secara berkala seperti 3-6 bulan sekali perlu dilakukan untuk menjaga kondisi para pejabat. Harapan ini adalah datang dengan prinsip “Cegah Korupsi Sebelum Terjadi”
Semangat bekerja!


ANDAI AKU MENJADI KETUA KPK
korupsi menjadi-jadi
bukan hanya untuk sesuap nasi
banyak pelaku tikus berdasi
lebih dari penuhi bagasi

andai aku menjadi ketua KPK
kupasang racun tikus dimana saja
asal jangan kena ketua KPK
berantas korupsi nanti siapa

racun tikus pun dikorupsi koruptor


korupsi...korupsi...
koruptor...koruptor...
kursi...
kotor...

kursi itu amanah
jangan kau pakai sembarang
kotor semua jadi sampah
membuat rakyat jadi bimbang

andai aku menjadi ketua KPK
apa perlu sensor listrik anti korupsi kupasang di kursi
asal jangan di kursi KPK
lagi-lagi...
siapa yang berantas korupsi

tikus berdasi teriak,
hei, kau ketua KPK!
kau listrik kursiku
bagaimana kursimu?

ku jawab,
ketua KPK bukan asal jadi
kata-katanya pun bukan sekedar janji
harus punya akhlak terpuji
menjadi tauladan sejati

hihihi...
bukan gaji seuprit mereka korupsi
justru gajinya besar
koruptor makin lapar
matanya makin lebar

dari tanah hingga ke langit
dari ladang membentang hingga celah sempit
mengais-mengais apapun asal keluar duit

koruptor korupsi
duitmu itu duit haram
kau suapi anak istrimu dengan uang korupsi
darah dagingnya tercemari yang haram
otaknya pun tercemari yang haram
ngeri...
tidakkah kau takut suatu hari nanti

andai aku menjadi ketua KPK
kuminta semua pejabat
dari kepala negara hingga camat
birokrasi desa sekalian
laporkan data kekayaan

apa gunanya e-KTP
juga daftar nomor HP
kalau sulit berantas korupsi
gara-gara kalah aksi

hukum kita sudah tegak
hanya untuk tukang maling sandal
hukum kita mati telak
hanya karena lisan yang handal

hei koruptor,
pasti pernah berbuat kotor
sejak kamu masih sekolah
ujian nyontek teman sebelah

korupsi...korupsi...
menjamuri siswa siswi
demi nilai ujian nasional
pelajar berubah jadi bengal

andai aku menjadi ketua KPK
kampanye ujian anti nyontek
dimulai dari dinas kota
sampai sekolah dan tetek bengek

andai aku menjadi ketua KPK
ingin kujaga generasi muda
tanamkan jujur menjadi budaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar